Pagi ini jam 6 pagi, saya sudah mulai mempersiapkan diri. Hati saya berdebar tidak karuan, entah karena apa? mungkin hati kecilku merasa tidak layak menyentuhNya... o debaran yang tidak bisa dihentikan, antara kerinduan dan airmata, antara rasa syukur, dan upaya menjadi lebih baik.
Pagi itu setelah parkir, jalan mulai mendaki. Kanan kiri jalan penuh dengan toko dan warung, sama seperti setting jalan salib yang terbaca di Kitab Suci. Daerah ini adalah daerah saudara-saudara Muslim, tapi tidak membuat perbedaan apa pun dalam hati kami. Rutenya tidak jalan salib dulu, karena kami mendapat kesempatan Misa pertama. Jadi langsung menuju Gereja Golgota. Gereja yang amat sangat besar. Di dalamnya terdapat berbagai macam gereja lagi, mulai dari Katolik Roma, Katolik Ortodox Yunani, dan Armenia. Ada 2 Gereja Katolik Roma utama di sana. Di sisi Makam Kudus, dan sisi Golgota. Kami mendapat jatah Gereja Golgota.
Tempatnya harus naik tangga, karena Golgota adalah suatu bukit. Di atas, ada dua altar, milik ortodox Yunani dan Roma. Gereja Ortodox Yunani berdiri di atas tanah yang dipercaya sebagai tempat Yesus disalibkan. Sedangkan Katolik Roma mendapat bagian, tempat Yesus dilucuti pakaiannya dengan paksa dan dipaku di kayu salib.
Kami nderek Misa di Gereja yang indah. Rasa yang tidak karuan kembali muncul, karena menyentuh tempat Yesus di salib. Aku memimpin lagu dengan suara yang bergetar menahan tangis (dalam mengetik inipun mataku berkaca-kaca). padahal selama sekian hari dan selalu memimpin lagu tidak ada masalah apa pun. Misa berjalan hening, dan cepat, karena masih ada beberapa rombongan lain yang akan misa kloter berikutnya.
Tampak di sisi kiri altar, sahabat2 ortodox, bersujud di altar satunya, mencium batu, tempat salib Yesus ditancapkan. Semua memakai kerudung putih dan hitam, sebagian pula memakai burka yang hitam pekat. Mereka menelungkup dan terisak.
Selesai misa, kami turun ke bawah. Di bawah ada batu pualam besar, tempat Yesus diurapi, sebelum dikafani dan dimakamkan. Karena tempat ini adalah Gereja Ortodox, sehingga ritual penyembahan terasa lebih kental dibandingkan Katolik Roma. Para rahib berpakaian hitam dan berjenggot panjang, para perempuan yang menutup kepala dengan kerudung, datang menciumi batu pualam, mengguyurnya dengan wewangian.
Aku merubuhkan badanku di pualam tersebut. menyentuhkan pipiku, dan membiar hidung dimasuki aroma wewangian. Kuletakkan rosarioku, kuusapkan... aku menangis, rindu akan Dia...
Setelah selesai kami akan memulai jalan salib. Sempat potret sebentar di depan. Perjalanan dimulai dari gereja dimana Yesus dicambuki dan dimahkotai duri. Kubah yang berornamen mahkota duri, diterobos sinar matahari memberi nuansa indah.
Sebenarnya kami mau memikul salib dengan menyewa. Tapi si pemilik salib, dari toko2 yang berjejer itu bener2 mengkomersialkan, karena dia harus memotret ritual kami. padahal pemotretan pasti akan mengganggu jalan salib ini. Akhirnya tanpa salib kami melalui perhentian demi perhentian, di tengah keributan pasar, dan lalu lalang pengemis, kami mendaraskan doa.
Sampai kembali di Gereja makam Kudus, kubur batu milik Yusuf dari Arimatea. Kubur batu ini dibagi menjadi dua sisi. Sisi yang sangat besar adalah milik Gereja Katolik Roma. Dibuat dari kubah batu hitam, dengan lilin yang melingkar dan bernyala berkedip. Karena antrean sangat panjang, maka kami memutuskan mengambil sisi satunya milik Gereja Armenia. toh tidak ada bedanya, Ruangan yang kecil memungkinkan kami masuk satu-satu dan menyentuh makam Yesus....
Suatu peristiwa iman, yang membuat aku jatuh cinta lebih dalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar