Engkau pernah menyapa aku diujung senja. ketika itu engkau menanyakan apakah langit biru dan langit jingga dapat menyatu. dan ketika itu semburat mentari yang hampir tenggelam menunjukkan bahwa langit dapat mencampur baur, meremahkan setiap ujung warna, tanpa terkecuali.
...............dan perjalanan panjang membawa dirimu menjadi rupa yang tak terkenali lagi. seringai garangmu membalut keletihan dirimu. sikap kerasmu menutup lelah hatimu. tiada sesuatu yang dapat tersentuh, tiada pula suatu yang dapat teraba.
engkau bukanlah engkau
engkau meremah menjadi butir keras yang tiada jelas bentuknya
dan itu bukanlah engkau lagi
...............................perjalanan panjang tidak juga meletihkan kekakuan hatimu. tidak pula membeningkan hatimu untuk melihat bulir embun yang mencoba menyusup di relung jiwamu
engkau bukanlah engkau
engkau mengais derita dalam jeritmu sendiri
dan itu bukanlah engkau lagi
.........perjalanan panjang tidak juga membuatmu mampu melihat. ada telaga yang masih bisa diraih. ada langit yang masih bisa dilukis.
engkau bukanlah engkau lagi
engkau membatukan jiwa pedihmu dengan kelana yang tak berkesudahan
(......ini bukan lagi penantian.......terkadang meradang, karena lelah melihat sikapmu
.....namun ini tetap akan menjadi penantian, karena aku tidak akan pernah perih dan kalah walau terkadang meradang)
.....namun ini tetap akan menjadi penantian, karena aku tidak akan pernah perih dan kalah walau terkadang meradang)
5 komentar:
bagus...rangkaian katanya bagus Ika...
lalu kamu melihat dia itu seperti apa sekarang? ;)
engkau bukanlah engkau
dan aku pun bukanlah aku yang engkau kenali lagi
seperti senja yang dulu mempertemukan kita
dan kita tak lagi kita kenali
@wied... mosok sih apik???
@verlita... aku melihat dia??? ga tau.... merem soalnya, daripada merana hehehe
@Mas Ia... kalimatmu dahsyat banget mas.. tepat mengena sasaran dan membangun kesadaran baru
seperti perban dan borok yang telah menyatu, kemudian dicabut akan terasa perih....
Posting Komentar