Sesampai di Hotel Grand Continental.... yang jelas harus segera mandi. Rasanya gerah banget...
dan yang jelas buka peta buka peta... mencari tahu kemana harus cari makan. Dan ternyata Kuching ini kecil kok.. jadi bisalah jalan kaki. Walau ngantuk, tuntutan perut, dan keterbatasan waktu lebih penting heheh....
Keluarlah kami berdua dari hotel, dengan ransel berisi kamera tentu saja. Persis di samping hotel ada Kuil untuk kaum SIKH. tapi tidak menerik, karena kumuh kesannya. Maka jalanlah kami menyeberang jalan. Dan mulailah pemandangan indah... wow.. kiri kanan jalan pohon-pohon sangat besar. Pedistrian rapi, tidak ada pedagang kaki lima sama sekali. kendaraan yang berlalu lalang juga sangat sedikit. Dan yang lucu setiap tutup selokan ada cap kucingnya.
Kiri kanan jalan banyak sekali rumah makan, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Mulai dari Chinese food, sarawak, melayu, sampai ke India. Kami memutuskan makan sarapan sekaligus siang, di chinese food, dengan spesialisasi BBQ. roast duck, dan daging dengan ubi jalar dimasak merah... dengan minuman liang tea dan sari kedelai... ummmm yummy.
oke... ayooo jalan lagi... di depan mata, gedung-gedung menjulang tinggi. konon, jumlah hotel di Kuching jauh lebih banyak dibandingkan surabaya. Padahal, kuching sangat kecil... ehhehe... when business meet leisure...
Di persimpangan jalan, dekat hotel Grand Margarita, hotel Hilton, dan hotel-hotel lain, di water front sungai sarawak, ada patung besar keluarga kucing... mulai dari putih, hingga belang-belang. sampai sekarang aku belum tau kisah kenapa kucing bisa jadi maskot kota ini. Kalo cerita tentang Sarawak itu bermula dari cerita kancil dan buaya ternyata. Setelah melihat patung kucing, maka kami menyusur pedistrian sepanjang sungai.
Sungai yang tidak terlalu coklat, berarus cukup deras. dua buah sampan melayani penyebrangan. Karena di seberang sana ada FORT MARGARITA. Maka naiklah aku ke sampan kecil, sekali antar 40 cent. nyebrangnya cuman 5 menitan lah.
Setelah sampai di seberang, kampung di sini namanya jawa banget, kampung Gresik, maka aku menyusuri jalan setapak, bernaung pohon bambu. Wah untung teduh.... panas banget hari ini soalnya. Setelah jalan 15 menit, maka sampailah ke Fort Margarita.
Fort Margarita namanya diabadikan untuk istri tercinta. Ada makam Margarita di ujung benteng. Hari itu sepi sekali, sebelum kami, hanya ada turis Jepang yang berkunjung. Tidak ada karcis masuk, hanya donasi yang harus diberikan. Motret harus melalui kebenaran... jadi saya minta permit untuk boleh memotret. Si penjaga menyilakan, dan membukakan pintu untuk naik ke tingkat tiga... wah pemandangan yang begitu indah dari tingkat tertinggi. Terlihat dari jauh Gedung DPR yang baru. kubah emasnya kontras dengan langit biru.... Benteng ini bersih dan terawat. Di sudut lain, tampak tempat hukuman gantung di laksanakan. Tapi sama sekali nggak ada kesan merinding di sana.
Puas dengan Margarita, jalan lagi, sekali lagi nyebrang lagi dengan naik sampan. Jalan lagi yuk... menyusur pedistrian yang tenang. tidak ada pedagang asongan atau pun kaki lima satu pun. Boot-boot untuk jualan makanan masih tutup, nampaknya mereka akan buka sore hari. Tempat tandas dengan membayar 2 RM pun tersebar dimana-mana dan sangat bersihhhh....
Kunjungan berikutnya ke Chinese museum yang berwarna pink. kembali tidak bayar, namun butuh permit untuk memotret. Saya diberi permit karena untuk private dan karena sodara serumpun... hahaha. Museum ini kecil banget lo... asli kecil. Didalamnya ber ac... dan tertata rapi, cerita tentang cina di Kuching.... mulai dari suku yang masuk, bagaimana mereka berspesialisasi atas pekerjaan, kesenian mereka, dan lain-lain... wah menarik... Cina adalah suku kedua terbesar setelah Dayak di Kuching.
Lanjut... di depan Chinese Museum ada TAO PE KONG KUIL. klenteng berwarna merah ini mengambil ikan, 2 buah ikan sebagai simbol di atasnya. Hanya ada satu orang yang sedang berdoa disana. Kuil yang kecil, seperti di gang lombok... hehe
Perjalanan kembali dilanjutkan, tapi mampir beli juice nanas dan orange dulu.. supaya nggak dehidrasi. Dari pinggir sungai, bayangan ASTANA, kantor gubernur membias dengan indah, demikian juga si kubah EMAS... uisss apik..
Di depan waterfront ada SQUARE BUILDING. ya gedung kotak biasa, bercat putih, kalau tidak salah ini dulunya gedung pengadilan. Di depannya lagi ada Tourist center... rimbun dan bersih. Ada patung WHITE RAJAH di depannya. Raja berkulit putih yang meletakkan dasar pembangunan di Kuching.
Tempat-tempat wisata lain tidak terlalu menarik, terutama bila tidak suka sejarah. Ada museum tekstil yang sangat sederhana, ada bangunan kuno POST OFFICE, yang kayak di jogja. kemudian ada lebanon dan indian street yang penuh dengan jualan macem-macem...
Hari itu dipenuhi dengan jalan. Capek juga, dan sudah jam 3 sore... maka aku memutuskan untuk jalan melingkar melalui sisi lain, kembali ke hotel. karena nanti malam masih pingin melihat Kuching di malam hari... Masuk hotel membuka sepatu... dan inilah hasil kegosonganku... hehee..
Selasa, 16 Maret 2010
Kuching - nunggu di TEBEDU
Nahhhhh.... ini dia saatnya backpacking dengan sang kekasih. Dengan bujuk rayu supaya dia di hari kamis juga bertugas di Pontianak, maka malamnya kami bisa pergi ke Kuching bersama. Sudah lama jalan berdua, dan hanya berdua (karena biasanya aku tidak tega meninggalkan aga eki), dan yang lebih seru lagi adalah kami mau backpacking... tapi katanya sih, karena hotel yang dipesan bukan dorm, maka lebih tepat ini backpacker yang lux.. heheh.
Untuk ke Kuching, aku sengaja memilih naik bis. Pesawat batavia ke Kuching dari Ponti hanya ada seminggu 3 kali, kamis siang salah satunya. Nah nggak mungkin kan. Maka pilihannya adalah naik bis. ada bis Indonesia yaitu Damri, dan bis Malaysia, yaitu Eva dan SJS. Saya memilih Eva. nggak ada pertimbangan khusus sih. hanya karena Eva punya bis super dengan seat dua-satu. jadi lebih longgar. Karena Bis berangkat jam 9 malem maka aku memutuskan mencoba BURDAS dulu di jalan Merdeka. BURDAS adalah bubur pedas. bubur yang hampir tidak ditemukan nasinya, tapi campuran 9 macam sayur, mulai dari kangkung, pakis, ubi jalar. Dan yang khas adalah daun KESUM. Daun kesum inilah yang memberi aroma pedas wangi. Buburnya sendiri sih nggak pedas menurutku. Dimakan dengan taburan teri dan kacang.... ummmmm uenakkk...
Tapi kok perut belum kenyang ya... maka meluncurlah kami mencari MIE TIAW SAPI khas ponti... sepiring berdua... dan minum es sari kacang hijau... nah ini baru kenyang.
Di pangkalan bis [bukan terminal], beberapa bis dengan tujuan malaysia sudah siap. Bis yang ekonomi, sebagian besar berisi TKI. Bis super lebih beragam, ada TKI, ada pula para pedagang yang siap kulakan ke Kuching. Lha bagaimana tidak kulakan ke sana. harga barang kelontong Malaysia lebih murah, dan MILO nya pun rasanya lebih enak tuh menurutku. Bis mulai berjalan, menyusur pontianak di waktu malam. Melewati TUGU KATULISTIWA, dan terus melaju. Jalan kecil tapi cukup bagus dan tidak banyak berlubang. Obrolan pun habis. Saatnya tidur... cukup enak untuk tidur... baru mak ler sebentar bis berhenti di rumah makan. Bis EVA punya kebiasan berhenti setiap 3 jam di waktu malam. Menurutku ini bagus karena untuk menjaga stamina sopir. Dari Pontianak sopirnya orang jawa [tapi nanti masuk Malaysia, digantikan orang Malaysia). Jalanan kecil berliku dan melewati hutan-hutan. Beberapa tempat ada pemukiman, dan tampak hutan yang menjadi ladang. Aku pun tertidur.
Ketika bangun sudah sampai ENTIKONG. Entikong adalah perbatasan Indonesia ke Malaysia. Aku turun. antrean panjaanngggg, karena gerbang baru buka jam 5... dan begitu gerbang dibuka... brebeeettttt... semua orang berlarian untuk mengantre. Dibutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk mengantre. Setelah lolos dari imigrasi Indonesia, maka berjalan kaki sedikit menuju TEBEDU. ini imigrasinya Malaysia. Pertanyaan lebih ketat, terutama karena banyaknya TKI yang masuk di pagi hari. akhirnya selesai. Namun ternyata perjuangan belum selesai. Bis belum bisa berangkat karena ada 4 orang yang ditahan oleh POLIS DIRAJA, kartu TKInya bermasalah nampaknya. Sebeelllll karena harus nunggu sampai jam 8. padahal harusnya jam 8 udah masuk Kuching. Ya udahlah dinikmati saja....
Bis baru berjalan jam 8 waktu Kuching, jalan yang sangat berbeda, karena tertata rapi. Rumah cukup banyak. tapi jarak satu rumah dengan rumah yang lain cukup jauh. masing-masing memiliki halaman yang luas... dan tanaman tropis tertata dengan baik. kayaknya hampir semua rumah menata tamannya dengan sungguh-sungguh. Udara panas menyengat namun tidak terlalu terasa. Bis berhenti di terminal SERIAN jam 9.30
Mencari maem kok tidak ada yang menarik. Akhirnya karena sudah kehilangan waktu cukup lama, mau menunggu bis kok ya lama, kami memutuskan naik taksi. Dan taksi di Kuching non agrometer, jadi harus tanya dulu sebelumnya. Untuk sampai ke Grand Continental Hotel, sekitar 30 menit, kami membayar 25 RM.....
saatnya memulai petualangan.
Untuk ke Kuching, aku sengaja memilih naik bis. Pesawat batavia ke Kuching dari Ponti hanya ada seminggu 3 kali, kamis siang salah satunya. Nah nggak mungkin kan. Maka pilihannya adalah naik bis. ada bis Indonesia yaitu Damri, dan bis Malaysia, yaitu Eva dan SJS. Saya memilih Eva. nggak ada pertimbangan khusus sih. hanya karena Eva punya bis super dengan seat dua-satu. jadi lebih longgar. Karena Bis berangkat jam 9 malem maka aku memutuskan mencoba BURDAS dulu di jalan Merdeka. BURDAS adalah bubur pedas. bubur yang hampir tidak ditemukan nasinya, tapi campuran 9 macam sayur, mulai dari kangkung, pakis, ubi jalar. Dan yang khas adalah daun KESUM. Daun kesum inilah yang memberi aroma pedas wangi. Buburnya sendiri sih nggak pedas menurutku. Dimakan dengan taburan teri dan kacang.... ummmmm uenakkk...
Tapi kok perut belum kenyang ya... maka meluncurlah kami mencari MIE TIAW SAPI khas ponti... sepiring berdua... dan minum es sari kacang hijau... nah ini baru kenyang.
Di pangkalan bis [bukan terminal], beberapa bis dengan tujuan malaysia sudah siap. Bis yang ekonomi, sebagian besar berisi TKI. Bis super lebih beragam, ada TKI, ada pula para pedagang yang siap kulakan ke Kuching. Lha bagaimana tidak kulakan ke sana. harga barang kelontong Malaysia lebih murah, dan MILO nya pun rasanya lebih enak tuh menurutku. Bis mulai berjalan, menyusur pontianak di waktu malam. Melewati TUGU KATULISTIWA, dan terus melaju. Jalan kecil tapi cukup bagus dan tidak banyak berlubang. Obrolan pun habis. Saatnya tidur... cukup enak untuk tidur... baru mak ler sebentar bis berhenti di rumah makan. Bis EVA punya kebiasan berhenti setiap 3 jam di waktu malam. Menurutku ini bagus karena untuk menjaga stamina sopir. Dari Pontianak sopirnya orang jawa [tapi nanti masuk Malaysia, digantikan orang Malaysia). Jalanan kecil berliku dan melewati hutan-hutan. Beberapa tempat ada pemukiman, dan tampak hutan yang menjadi ladang. Aku pun tertidur.
Ketika bangun sudah sampai ENTIKONG. Entikong adalah perbatasan Indonesia ke Malaysia. Aku turun. antrean panjaanngggg, karena gerbang baru buka jam 5... dan begitu gerbang dibuka... brebeeettttt... semua orang berlarian untuk mengantre. Dibutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk mengantre. Setelah lolos dari imigrasi Indonesia, maka berjalan kaki sedikit menuju TEBEDU. ini imigrasinya Malaysia. Pertanyaan lebih ketat, terutama karena banyaknya TKI yang masuk di pagi hari. akhirnya selesai. Namun ternyata perjuangan belum selesai. Bis belum bisa berangkat karena ada 4 orang yang ditahan oleh POLIS DIRAJA, kartu TKInya bermasalah nampaknya. Sebeelllll karena harus nunggu sampai jam 8. padahal harusnya jam 8 udah masuk Kuching. Ya udahlah dinikmati saja....
Bis baru berjalan jam 8 waktu Kuching, jalan yang sangat berbeda, karena tertata rapi. Rumah cukup banyak. tapi jarak satu rumah dengan rumah yang lain cukup jauh. masing-masing memiliki halaman yang luas... dan tanaman tropis tertata dengan baik. kayaknya hampir semua rumah menata tamannya dengan sungguh-sungguh. Udara panas menyengat namun tidak terlalu terasa. Bis berhenti di terminal SERIAN jam 9.30
Mencari maem kok tidak ada yang menarik. Akhirnya karena sudah kehilangan waktu cukup lama, mau menunggu bis kok ya lama, kami memutuskan naik taksi. Dan taksi di Kuching non agrometer, jadi harus tanya dulu sebelumnya. Untuk sampai ke Grand Continental Hotel, sekitar 30 menit, kami membayar 25 RM.....
saatnya memulai petualangan.
Pontianak - merasakan recik air kapuas
Kamis Pagi.....
RUA APTIK sudah berakhir pagi tadi. Masih ada waktu sesiang untuk kembali merasakan Pontianak.
Inbox : Ka, rencanamu pagi ini kemana
Outbox : Aku sih mau jalan sembarnag mas. Emang kamu punya waktu masihan
Inbox: masih ada 2 jam sebelum ke bandara
Outbox: yo wis tak tunggu di bawah ya...
Sampai di lobby Mercure, sudah ada Mas Ludi (WR 3 UAJY), Pak Koes (Rektor UAJY) dan romo Gito (USD) dan bu Cicih (Ka LPPM Unika). maka menyewalah kami mobil inova, per jamnya 50 ribu. Tujuan pertama ke DEKRANAS, karena mereka pingin beli oleh2 untuk istri tercinta... wahhhh ternyata belum buka. Maka aku bilang: ke istana aja yuk... siapa tahu ada cindera mata juga.
Maka setelah menyebrang Sungai Kapuas dengan jembatan beloklah kami kiri ke kompleks istana. Ada makam yang sangat tidak terurus di depan. Masuk lagi... makin kumuh. Air menggenang di sekeliling rumah panggung. Aku membayangkan penyakit yang berseliweran di sana. Wahhhh... masuk ke pasar yang super duper ruwet nih... dan tampaknya ini alun-alun istana. aduhhh... ruwet pol. pedagang tidak beraturan. Tugu disampiri jualan karpet.
Gerbang istana terbuka. Tampak istana kecil yang mulai ditumbuhi lumut dan kerak. Ya inilah Istana Kadriah... Di depan istana yang sepi ada meriam kuning yang kecil. Kami melangkahkan kaki ke panggung... Eitttsss.... lepas tuh sepatu....!!! teriakan keras menghantam telinga. Aha... rupanya nggak boleh pake sepatu. Istana belum buka. Penjaga kemudian ribut mengeluarkan meja-meja. ternyata mereka mau jualan suvenir. halah.
Masuk istana, ada seorang ibu tua, yang ternyata salah satu istri raja ke 7. Ibu itu menggunakan daster panjang dan jilbab. Dengan kerentaannya beliau menjelaskan istana dan hikayatnya. Tidak banyak cerita yang di dapat. Di dalam istana hanya lorong panjang, yang dilapisi karpet berbedu dan apek. Di ujungnya ada tempat duduk raja. Saat ini raja yang berkuasa adalah raja ke-9. Sepanjang lorong ada foto-foto tua.. yang tidak terawat.
Di kanan kiri lorong adalah kamar-kamar yang salah satunyta dihuni oleh Ibu tersebut. Di kamar yang paling depan ada tempat tidur Raja pas sunat dulu. That's it... nggak lain yang bisa dilihat. Wah benar-benar tidak terpuaskan aku. Maka sekeluar dari istana. Aku rasan-rasan dengan pak sopir yang kebetulan orang asli Ponti.
Ika: Bang, mungkin nggak sih menyusur Kapuas
Supir: Bisa aja bu... tapi panas, naik sampan
Ika: katanya ngeri ya Bang kalau masuk Ke kampung Beting
Supir: iyalah... itu kan sarang narkoba dan copet
Ika: terus dari mana naiknya..
Supir: dari depan Korem Bu
Ika: Bang kalau gitu kita drop teman-teman di hotel, karena mereka akan pulang, terus aku ditemeni naik sampan ya.... [kemarin berpartner dengan penjaga tiket, sekarang dengan sopir taksi gelap]
Pak Koesmargono gedeg gedeg... cah edan... kowe arep dolan dewe Ka??? yaaaalahhhh siapa takut.
Akhirnya setelah ngedrop mereka, aku meneruskan perjalananku sendiri. Sungai coklat menyambutku. Untung langit biru. Jadi tetap saja mengasyikkan. Sewa perahu per jam 100 ribu. Aku menyusur sungai dalam terik panas. Asemmm lupa bawa topi, kacamata dan tidak pake sunblock. bisa dibanyangkan bentuk kulitku kan. Sepanjang sungai, kampung kampung kumuh, rumah renta di atas kayu. Orang mandi sepanjang sungai.
Ada beberapa kapal yang membawa kasur dan bibit kelapa sawit bergerak pelan ke pedalaman. beberapa perahu mengangkut anak sekolah. Di sisi satunya adalah Kampung Beting. Kampung yang sarat dengan kejahatan. Konon di sana kayak ada pintu seribu. Bila sudah turun, dan dicopet, maka nggak mungkin kita bisa menemukan orang itu karena dia bisa keluar masuk rumah orang tanpa terlacak, saking tembus pintunya...
Perjalanan yang mengasikkan... menggelitik sisi kemanusiaan, akan arti pembangunan.
Oke saatnya istirahat... karena nanti malam akan berbis ria ke Kuching
RUA APTIK sudah berakhir pagi tadi. Masih ada waktu sesiang untuk kembali merasakan Pontianak.
Inbox : Ka, rencanamu pagi ini kemana
Outbox : Aku sih mau jalan sembarnag mas. Emang kamu punya waktu masihan
Inbox: masih ada 2 jam sebelum ke bandara
Outbox: yo wis tak tunggu di bawah ya...
Sampai di lobby Mercure, sudah ada Mas Ludi (WR 3 UAJY), Pak Koes (Rektor UAJY) dan romo Gito (USD) dan bu Cicih (Ka LPPM Unika). maka menyewalah kami mobil inova, per jamnya 50 ribu. Tujuan pertama ke DEKRANAS, karena mereka pingin beli oleh2 untuk istri tercinta... wahhhh ternyata belum buka. Maka aku bilang: ke istana aja yuk... siapa tahu ada cindera mata juga.
Maka setelah menyebrang Sungai Kapuas dengan jembatan beloklah kami kiri ke kompleks istana. Ada makam yang sangat tidak terurus di depan. Masuk lagi... makin kumuh. Air menggenang di sekeliling rumah panggung. Aku membayangkan penyakit yang berseliweran di sana. Wahhhh... masuk ke pasar yang super duper ruwet nih... dan tampaknya ini alun-alun istana. aduhhh... ruwet pol. pedagang tidak beraturan. Tugu disampiri jualan karpet.
Gerbang istana terbuka. Tampak istana kecil yang mulai ditumbuhi lumut dan kerak. Ya inilah Istana Kadriah... Di depan istana yang sepi ada meriam kuning yang kecil. Kami melangkahkan kaki ke panggung... Eitttsss.... lepas tuh sepatu....!!! teriakan keras menghantam telinga. Aha... rupanya nggak boleh pake sepatu. Istana belum buka. Penjaga kemudian ribut mengeluarkan meja-meja. ternyata mereka mau jualan suvenir. halah.
Masuk istana, ada seorang ibu tua, yang ternyata salah satu istri raja ke 7. Ibu itu menggunakan daster panjang dan jilbab. Dengan kerentaannya beliau menjelaskan istana dan hikayatnya. Tidak banyak cerita yang di dapat. Di dalam istana hanya lorong panjang, yang dilapisi karpet berbedu dan apek. Di ujungnya ada tempat duduk raja. Saat ini raja yang berkuasa adalah raja ke-9. Sepanjang lorong ada foto-foto tua.. yang tidak terawat.
Di kanan kiri lorong adalah kamar-kamar yang salah satunyta dihuni oleh Ibu tersebut. Di kamar yang paling depan ada tempat tidur Raja pas sunat dulu. That's it... nggak lain yang bisa dilihat. Wah benar-benar tidak terpuaskan aku. Maka sekeluar dari istana. Aku rasan-rasan dengan pak sopir yang kebetulan orang asli Ponti.
Ika: Bang, mungkin nggak sih menyusur Kapuas
Supir: Bisa aja bu... tapi panas, naik sampan
Ika: katanya ngeri ya Bang kalau masuk Ke kampung Beting
Supir: iyalah... itu kan sarang narkoba dan copet
Ika: terus dari mana naiknya..
Supir: dari depan Korem Bu
Ika: Bang kalau gitu kita drop teman-teman di hotel, karena mereka akan pulang, terus aku ditemeni naik sampan ya.... [kemarin berpartner dengan penjaga tiket, sekarang dengan sopir taksi gelap]
Pak Koesmargono gedeg gedeg... cah edan... kowe arep dolan dewe Ka??? yaaaalahhhh siapa takut.
Akhirnya setelah ngedrop mereka, aku meneruskan perjalananku sendiri. Sungai coklat menyambutku. Untung langit biru. Jadi tetap saja mengasyikkan. Sewa perahu per jam 100 ribu. Aku menyusur sungai dalam terik panas. Asemmm lupa bawa topi, kacamata dan tidak pake sunblock. bisa dibanyangkan bentuk kulitku kan. Sepanjang sungai, kampung kampung kumuh, rumah renta di atas kayu. Orang mandi sepanjang sungai.
Ada beberapa kapal yang membawa kasur dan bibit kelapa sawit bergerak pelan ke pedalaman. beberapa perahu mengangkut anak sekolah. Di sisi satunya adalah Kampung Beting. Kampung yang sarat dengan kejahatan. Konon di sana kayak ada pintu seribu. Bila sudah turun, dan dicopet, maka nggak mungkin kita bisa menemukan orang itu karena dia bisa keluar masuk rumah orang tanpa terlacak, saking tembus pintunya...
Perjalanan yang mengasikkan... menggelitik sisi kemanusiaan, akan arti pembangunan.
Oke saatnya istirahat... karena nanti malam akan berbis ria ke Kuching
Senin, 15 Maret 2010
Pontianak - Rumah Betang
Masih Hari Rabu...
Setelah berkunjung ke museum... aku bertanya ke pak penjaga arah Rumah Betang. Longhouse, khas Dayak. Katanya sih nggak jauh dari museum. Dan bisa memintas jalan museum. Maka dengan semangatnya aku kembali berjalan kaki [sendiri] menghirup teriknya pontianak.... Wah kulit serasa merekah. sepanjang jalan dekat selokan, aku menemukan putri malu yang tidak berbunga ungu.. tapi kuning. Aneh juga menurutku.
Wow... ternyata di depan itu membentang RUMAH BETANG. masuklah aku ke gerbangnya. Celingak celinguk sebentar, dan menemukan pak karcis yang sedang menyapu.
Aku nanya: Berapa Pak, harga Tiketnya?,
Dia Jawab: Sukarela bu....
Aku bilang lagi: OK kalau gitu saya tambahin ya pak, tapi bapak ngikutin saya, karena saya nggak ada yang motret...
hahaha... narsisku tersalurkan deh..
Maka berjalanlah kami berdua di Longhouse yang tidak terlalu long. Rumah ini dari kayu berwarna hitam... dua tingkat. Yang atas juga dari kayu. Di beberapa tempat aku menemukan wadah sesaji, yang digantung di atap. Biasanya sesaji akan diturunkan setelah hari kesekian.
Dan ternyata, Si Bapak ini adalah seniman lukis. Dia dan teman-teman yang melukis ornamen indah, seperti tatoo dayak di sepanjang dinding.
Ada yang berbentuk Naga Anjing, Naga ular, ada tempayan, ada dewa, ada bunga. Semuanya menggambarkan harmoni. Dan ternyata bentuk tempayan itu menggambarkan hukuman yang harus ditanggung ketika seseorang melawan adat. Semakin besar kesalahan maka tempayannya akan semakin besar. Dan harga tempayan itu bisa sampai jutaan, belum termasuk ayam, babi, hasil bumi yang harus diserahkan untuk menebus dosa... Uihhh menarik juga ya, cara mereka menjaga moral.
Oke hari Rabu siang ini harus diakhiri dengan fotooooo......
Besok pagi adalah hari terakhir di Pontianak. Besok jatahnya mengelilingi istana dan anak sungai kapuas.... semoga lebih menarik dibanding hari rabu.
Setelah berkunjung ke museum... aku bertanya ke pak penjaga arah Rumah Betang. Longhouse, khas Dayak. Katanya sih nggak jauh dari museum. Dan bisa memintas jalan museum. Maka dengan semangatnya aku kembali berjalan kaki [sendiri] menghirup teriknya pontianak.... Wah kulit serasa merekah. sepanjang jalan dekat selokan, aku menemukan putri malu yang tidak berbunga ungu.. tapi kuning. Aneh juga menurutku.
Wow... ternyata di depan itu membentang RUMAH BETANG. masuklah aku ke gerbangnya. Celingak celinguk sebentar, dan menemukan pak karcis yang sedang menyapu.
Aku nanya: Berapa Pak, harga Tiketnya?,
Dia Jawab: Sukarela bu....
Aku bilang lagi: OK kalau gitu saya tambahin ya pak, tapi bapak ngikutin saya, karena saya nggak ada yang motret...
hahaha... narsisku tersalurkan deh..
Maka berjalanlah kami berdua di Longhouse yang tidak terlalu long. Rumah ini dari kayu berwarna hitam... dua tingkat. Yang atas juga dari kayu. Di beberapa tempat aku menemukan wadah sesaji, yang digantung di atap. Biasanya sesaji akan diturunkan setelah hari kesekian.
Dan ternyata, Si Bapak ini adalah seniman lukis. Dia dan teman-teman yang melukis ornamen indah, seperti tatoo dayak di sepanjang dinding.
Ada yang berbentuk Naga Anjing, Naga ular, ada tempayan, ada dewa, ada bunga. Semuanya menggambarkan harmoni. Dan ternyata bentuk tempayan itu menggambarkan hukuman yang harus ditanggung ketika seseorang melawan adat. Semakin besar kesalahan maka tempayannya akan semakin besar. Dan harga tempayan itu bisa sampai jutaan, belum termasuk ayam, babi, hasil bumi yang harus diserahkan untuk menebus dosa... Uihhh menarik juga ya, cara mereka menjaga moral.
Oke hari Rabu siang ini harus diakhiri dengan fotooooo......
Besok pagi adalah hari terakhir di Pontianak. Besok jatahnya mengelilingi istana dan anak sungai kapuas.... semoga lebih menarik dibanding hari rabu.
Pontianak - Museum yang tidak bisa bercerita
Siapa yang sangka kali ini aku akan sampai Pontianak. Sbenarnya dalam rangka rapat, tapi sungguh bukan aku kalau nggak dolan kan??
Hari senin masuk hotel Mercure sudah sore, dan wong ya namanya kerja, maka sore itu acara pembukaan dan lain-lainlah yang lebih utama. Selasa siangnya, pas break makan siang dan istirahat siang, Mas Luddy, sahabat dan teman perangku sejak SMA, teringat kalau di Ponti ada Pak Don.
Ya Pak Don yang sudah lama banget nggak ketemu. Terakhir ketemu tahun 86. Maka kami berdua memutuskan untuk menemui beliau. Maka siang itu Pak Don dan bu Ita istrinya, mengajak kami ke rumah makan Cina... wow... masakan cina Ponti emang top. Liat pesanan kami.
Ada sayur pakis yang segar dan kriuk kriuk, ada Labi-labi. Coba tebak.. Labi-labi itu adalah bulus. Bulus dimasak kecap. Wah rasanya membelai lidah. Kemudian dengan Sapo tahu. Pertemuan siang itu benar-benar mengasyikkan. Banyak cerita yang dibicarakan. Selasa Siang diakhiri dengan belanja Suvenir khas Ponti di dekat Katedral.
Wah ternyata waktu cepat berlalu. Maka Selasa malam kembali harus dihabiskan dengan rapat lagi... serius donggg...
Hari Rabu...
Kembali mengambil break siang rabu. Ketika teman2 pada belanja. Maka aku memilih jalan kaki di teriknya siang ke Museum yang tidak terlalu jauh dari hotel. Yah sekitar 10 menit jalan.
Museum ini tampak kusam dan tidak ada satu pengunjung pun di sana. Dengan membayar Rp 1000 aku mulai menyusuri museum. Di halaman museum ada beberapa rumah panggung pontianak yang kecil dan ada juga miniatur Lancang Kuning. Aku baru tahu kalau Lancang Kuning adalah perahu raja Kadariah waktu itu.
Setelah puas mengitari halaman luar yang tidak terlalu terawat, aku masuk ke dalam museum. Di sini kita boleh memotret tanpa dipungut biaya. Museum ini tidak memiliki koleksi yang istimewa. Ada beberapa keramik, patung-patung dayak, beberapa tembikar, senjata, dan pakaian pengantin. Tidak ada detail yang menarik untuk diceritakan.
Meninggalkan museum ada segumpal rasa tidak terpuaskan.... Wah belum melihat apa-apa nih aku...
Hari senin masuk hotel Mercure sudah sore, dan wong ya namanya kerja, maka sore itu acara pembukaan dan lain-lainlah yang lebih utama. Selasa siangnya, pas break makan siang dan istirahat siang, Mas Luddy, sahabat dan teman perangku sejak SMA, teringat kalau di Ponti ada Pak Don.
Ya Pak Don yang sudah lama banget nggak ketemu. Terakhir ketemu tahun 86. Maka kami berdua memutuskan untuk menemui beliau. Maka siang itu Pak Don dan bu Ita istrinya, mengajak kami ke rumah makan Cina... wow... masakan cina Ponti emang top. Liat pesanan kami.
Ada sayur pakis yang segar dan kriuk kriuk, ada Labi-labi. Coba tebak.. Labi-labi itu adalah bulus. Bulus dimasak kecap. Wah rasanya membelai lidah. Kemudian dengan Sapo tahu. Pertemuan siang itu benar-benar mengasyikkan. Banyak cerita yang dibicarakan. Selasa Siang diakhiri dengan belanja Suvenir khas Ponti di dekat Katedral.
Wah ternyata waktu cepat berlalu. Maka Selasa malam kembali harus dihabiskan dengan rapat lagi... serius donggg...
Hari Rabu...
Kembali mengambil break siang rabu. Ketika teman2 pada belanja. Maka aku memilih jalan kaki di teriknya siang ke Museum yang tidak terlalu jauh dari hotel. Yah sekitar 10 menit jalan.
Museum ini tampak kusam dan tidak ada satu pengunjung pun di sana. Dengan membayar Rp 1000 aku mulai menyusuri museum. Di halaman museum ada beberapa rumah panggung pontianak yang kecil dan ada juga miniatur Lancang Kuning. Aku baru tahu kalau Lancang Kuning adalah perahu raja Kadariah waktu itu.
Setelah puas mengitari halaman luar yang tidak terlalu terawat, aku masuk ke dalam museum. Di sini kita boleh memotret tanpa dipungut biaya. Museum ini tidak memiliki koleksi yang istimewa. Ada beberapa keramik, patung-patung dayak, beberapa tembikar, senjata, dan pakaian pengantin. Tidak ada detail yang menarik untuk diceritakan.
Meninggalkan museum ada segumpal rasa tidak terpuaskan.... Wah belum melihat apa-apa nih aku...
Langganan:
Postingan (Atom)