Sempet ngobrol ngalor ngidul
Salah satu obrolan mengenai dibukanya Universitas Manchu di Malang. Kalo ga salah ini univ t o p b g t deh, baik sejak jaman dulu (konon dulu banyak orang pintar kita yang sekolah di sana juga), maupun saat ini.
Pulang dari sana aku berpikir
Wuihhh gila juga pendidikan di Indonesia . kalo ga hati-hati benar2 bisa dilibas oleh pendidikan asing. Mereka menawarkan banyak hal menarik. Lebih menarik dibandingkan dengan pendidikan domestik. Terus gimana dong dengan pendidikan lokal?
Tapi mungkin ini bagian dari yang sebut sebagai internasionalisasi pendidikan.
Aku kemudian ingat tempatku sekolah sekarang, UGM. Beruntunglah UGM karena dia merupakan salah satu dari 100 perguruan tinggi unggulan dunia yaitu berada pada peringkat 56 dalam bidang ilmu budaya dan humaniora.
Ketika suatu universitas dinyatakan menjadi bagian dari sistem pendidikan dunia, maka berarti institusi dan segenap civitas akademisnya masuk dalam suatu proses internasionalisasi pendidikan. Kata internasionalisasi mengacu pada suatu proses yang terintegrasi dari dimensi internasional pada fungsi pengajaran, penelitian dan pengabdian suatu institusi pendidikan tinggi. Paradigma pendidikan yang tanpa batas - borderless education – yang menggambarkan pergerakan riil maupun virtual dari mahasiswa, dosen, pengetahuan dan program akademik dari satu negara ke negara lain menjadi bagian kehidupan akademis yang tidak dapat dicegah. Sehingga mau tidak mau, universitas lokal harus berani menghadapi tantangan ini. Bila mobilitas akademis menjadi semakin tidak terbatas, maka customer satisfaction menjadi satu hal yang tidak dapat dihindari.
Universitas adalah services provider, sehingga mutu pelayanan jasa pendidikan kepada mahasiswa dan proses menghasilkan lulusan yang berkualitas merupakan dua kunci utama untuk menghadapi persaingan dan internasionalisasi pendidikan tersebut. Suatu skema yang sangat sederhana menggambarkan adanya 4 komponen yang akan membawa suatu universitas menjadi universitas pilihan.
Yang pertama adalah kandidat mahasiswa: bagaimana dengan kualifikasi mereka ketika masuk? Yang kedua adalah sistem pendidikan: bagaimana sistem itu bekerja?, dan bagaimana dengan kepuasan mahasiswa sebagai pengguna jasa? Yang ketiga adalah lulusannya: apa yang mereka pikirkan mengenai kualitas mereka setelah lulus dibandingkan ketika mereka masuk? Apakah meningkat? Atau justru mengalami degradasi????.... Dan yang terakhir adalah pengguna lulusan universitas tersebut: apa yang mereka pikirkan mengenai kualifikasi dan kinerja alumni?
Lalu kalo semua ini sudah dilakukan, bagaimana mempromosikannya ke luar, sehingga orang juga tahu bahwa Indonesia memiliki universitas jempolan. Sebenarnya alumni dan mahasiswa aktif merupakan juru bicara yang paling handal untuk mengkomunikasi, menginformasikan, seluruh proses yang terjadi selama pendidikan.
Wah.... tapi kadang aku berpikir... kayaknya masih jauh banget ya kita untuk sampai ke sana. Sekarang yang tumbuh lebih banyak pada jumlah.
Jogja aja udah bejibun jumlah universitasnya, bahkan termasuk universitas yang statusnya terdengar.... hheheheTapi bagaimanapun sustainable quality improvement menjadi hal yang patut diupayakan bersama untuk menjadi universitas terkemuka.
(sebenarnya sebagian tulisan ini merupakan tulisanku buat temen yang harus pidato wisuda. hehehe ini mah karena obsesiku berpidato ga kesampaian. gara-gara lulus lebih lambat 4 bulan dari anak MM meski ipku lebih tinggi... walahhhhhh)